Archive for Maret 2012
By : Unknown
Karakteristik Penghuni Surga
Iyadh bin Himar Al-Mujasyi’i ia berkata, pada suatu hari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallamberkhutbah seraya bersabda,
“Penghuni surga itu ada tiga; pertama, penguasa yang adil, jujur,
dan mendapat taufik, kedua, seorang yang penyayang dan perhatian kepada setiap
kerabat, ketiga, seorang muslim yang suci, pandai menjaga diri, dan memiliki
keluarga….” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhu ia
berkata, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Macam-macam umat diperlibatkan keapdaku; aku melihat seorang Nabi
beserta sekelompok orang pengikutnya, aku melihat seorang Nabi beserta
seorang laki-laki pengikutnya, aku melihat seorang Nabi tanpa ditemani seorang
pengiku pun, kemudian diperlihatkan kepadaku sekelompok orang dengan jumlah
yang amat banyak, maka aku berakta, ‘Ini adalah umatku.’ Kemudian dikatakan,
‘Ini adalah Musa dan umatnya. Tapi, lihatlah ke atas.’ Seketika terlihat sekelompok
umat dengan jumlah yang amat banyak. Kemudian dikatakan, ‘Lihatlah ke arah yang
lain.’ Seketika terlihat sekelompok umat dengan jumlah yang amat banyak.
Kemudian dikatakan, ‘Ini adalah umatmu.’ Bersama mereka 70.000 orang masuk ke
dalam surga tanpa melalui prosesi hisab dan siksa.” Kemudian Nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, lalu masuk, lalu para shahabat berbicara
panjang lebar tentang sabda Nabi tadi. Kemudian mereka berkata, ‘Siapakah
mereka yang masuk surga tanpa melalui prosesi hisab dan siksa?’ Sebagian
mereka berkata, ‘Barangkali mereka yang menyertai Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam.’ Sebagian yang lain berkata, ‘Barangkali mereka yang dilahirkan dalam
keadaan Islam, dia tidak pernah menyekutukan Allah.’ Mereka menyebutkan banyak
hal. Kemudian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam keluar kembali (dari kamar
beliau) menemui mereka, lalu beliau berkata, ‘Apa yang kalian perbincangkan?’
Mereka pun memberitahukan kepada beliau tentang apa yang mereka perbincangkan
antarmereka. Lalu beliau bersabda, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak
berobat dengan menggunakan kayy, tidak minta diruqyah (ruqyah yang tidak
syar’i), tidak bertathayyur (pesimis karena melihat pertanda buruk), dan hanya
kepada Allah mereka bertawakkal.’ Kemudian ‘Ukkasyah bin Mihshan Al-Asadi
berdiri seraya berkata, ‘Apakah saya termasuk bagian dari mereka, wahai
Rasulullah?’ Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. ‘Kamu adalah
termasuk bagian dari mereka!’ Lalu sebagian shahabat yang lain (Sa’ad bin
‘Ubadah) berkata, ‘Apakah saya bagian dari mereka, wahai Rasulullah?’
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Kamu telah didahului oleh
Ukkasyah’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Berkaitan dengan maksud tawakkal di dalam hadis di atas, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tawakkal adalah kondisi
hati yang timbul atas pengetahuannya terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, percaya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala sendirian dalam mencipta,
mengatur, menghilangkan madharat, mendatangkan manfaat, memberi, memboikot
pemberian, dan apa yang Dia kehendaki bisa terwujud meskipun manusia tidak
menghendakinya, sedangkan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak terwujud meskipun
manusia menghendakinya. Dengan begitu, ia bersandar sepenuhnya kepada AllahSubhanahu wa Ta’ala, menyerahkan segala hal kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala, merasa tenang bersama-Nya,
percaya sepenuhnya kepada-Nya, yakin bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mencukupinya berdasarkan
rasa dan sikap tawakkal kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
memenuhi kebutuhan orang yang tawakkal itu, tidak ada sesuatu yang terjadi di
luar kehendak-Nya, baik manusia menginginkannya maupun menolaknya. Kondisi
orang yang tawakkal itu seperti kondisi anak kecil di hadapan kedua orang
tuanya, dalam perihal sesuatu yang ia niatkan, baik motivasi atau larnagan,
maka kedua orang tua itu menanggung sepenuhnya. Perhatikanlah hati anak itu
tidak pernah terbesit untuk bersandar kepada selain kedua orang tuanya, dan
menahan hasratnya untuk menyampaikan apa yang ia niatkan kepada kedua orang
tuanya. Begitu juga kondisi orang yang tawakkal. Barangispa yang memiliki sikap
seperti iu dalam berinteraksi dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti mencukupinya.
Tag :
artikel,